Minggu, 22 Januari 2012

Cerpen: The Street Wall part 1


Malam ini, aku terduduk dalam gelapnya kamarku yang tidak ada cahaya sedikitpun. Memikirkan bagaimana aku dapat melupakan semua kejadian itu, kejadian yang membuat separuh hidupku tak ada harapannya lagi. Terkadang aku membaringkan tubuhku, terkadang juga aku terduduk di sudut ranjang sambil menghisap rokokku yang tinggal separuh batang.
Hidupku sangat kacau menurutku. Terseok-seok di kota sebesar ini tanpa ada sanak saudara satupun di sini. Pekerjaan yang aku dapatkan pun gajinya minim, hanya enam ratus ribu perbulan. Cukup untuk menyewa kamar sempit di dalam gang kecil yang kumuh di kota ini. Untuk makan sehari haripun aku harus irit. Tidak ada yang namanya aku merasakan makan malam di restoran cepat saji beserta teman-teman.

Malam ini, aku mendapat shift menjaga bar kecil di kota ini. Setiap hari aku bekerja, setiap malam aku bekerja di dalam bar dan pagi hari hingga sore harinya aku menjadi pelayan rumah makan yang terletak jauh di luar kota. Setiap hari aku lakukan dengan biasa-biasa saja hingga aku tak pernah merasakan cinta di hidupku. Pernah dulu suatu hari aku menjalin asmara dengan seorang laki-laki, dia tampan, dia bekerja menjadi montir di bengkel dekat tempatku bekerja. Akan tetapi dewa fortuna tidak singgah kepadaku, sehingga dia meninggalkanku begitu saja. Butuh waktu lama aku membangun hidupku kembali hingga menjadi kuat seperti ini lagi.
Tuhan, ya Tuhanlah yang menyelamatkanku dari keterpurukanku. Aku selalu beribadah akan tetapi kebiasaan merokokku inilah yang sangat sulit aku tinggalkan. Rasanya seperti candu yang tak bisa kau lepaskan dan saat kau butuhkan dialah teman terbaikmu.

“Alex!!” panggil seorang pria dengan badan besar
“Ya, sebentar..” jawabku yang sedang sibuk menyiapkan makanan untuk para pelanggan. Dari balik pintu munculah lelaki separuh baya, dia bosku di tempat aku bekerja, dialah pemilik bar kecil ini. Walaupun dia terlihat menyeramkan, tetapi sebenarnya dia sangat baik hati. Dia terkadang memberiku gaji lebih akan kerajinanku.
“Cepat kau rapikan meja nomor 11, sebentar lagi aka nada pelanggan yang masuk!”
“Baik Bos!” Aku berteriak kecil dari dalam dapur. Segera aku berjalan menuju meja nomor 11 dengan secepat kilat aku membersihkannya dan menyusun piring-piring bekas yang kotor menuju bak cuci.
“Belum pulang Lex?” Tanya Dandy sang bartender.
“Hai kamu lupa kita bekerja di mana? Ini bar bukan Mall yang cuma buka sampai jam Sembilan malam”. Aku tertawa mendengar pertanyaan Dandy
“Hehe iya sih, tapi kan shiftmu sudah habis Lex tapi kenapa kamu belum pulang?”
“Aku shift sampai jam dua belas, sebentar lagi aku juga akan pulang. Tapi aku mau menyelesaikan tugasku dulu, cepat sana kau pergi nanti kalau ketahuan bos bisa kena marah.”
Buru-buru Dandy cabut setelah mendengar kata-kataku, dia takut di pergoki bos sedang mengobrol santai. Di pecat sih mungkin belum tapi kalau potong haji sih pasti iya.

Sekarang pukul dua belas malam lewat sepuluh menit, aku sedang berjalan sendiri menuju kontrakanku yang jaraknya tiga kilo meter dari bar tempatku bekerja. Suasana kota mala mini sangat ramai banyak anak muda bersantai duduk di pinggir jalan. Ada yang bersama pasangannya dan bersama teman-teman sebayanya. Aku, hanya cukup berjalan sendiri sembari menghabiskan sisa rokok ku yang masih menyala. Di hujani rasa letih bekerja hari ini dan pikiran yang banyak sekali, aku hanya berharap Tuhan masih mau mengampuni dosa-dosaku.
Tak jauh di depan mataku ada pria mabuk yang tergeletak, aku lihat wajahnya cukup tampan tapi sangat kacau. Mungkin dia sedang ada masalah makanya dia tergeletak di sini. Pria ini menggunakan kemeja biru muda dan celana kain khas orang kantoran tapi dia seperti orang yang baru saja di pecat. Daripada aku pusing memikirkannya lebih baik aku berjalan terus tapi tiba-tiba.
“Hai!! Kau yang di sana!” seorang pria memanggilku. Aku pun menoleh kepadanya, pria mabuk itu yang memanggilku. Dia berjalan lunglai ke arahku sambil matanya terkadang tertutup lalu terbuka seperti orang kebingungan.
“Apa? Kau memanggilku?” aku berkata sambil menghisap rokok ku.
“Ya aku memanggilmu? Bisa kah aku minta bantuanmu nona?” Pria mabuk ini berkata dengan lemah.
“Silahkan kalau bisa aku bantu.”
“Tolong antarkan aku pulang, aku tak tau rumahku di mana.” Pria mabuk ini mulai mengigau.
“Apa kau sudah gila? Hah! Pergi saja sana sendiri. Aku tidak dapat membantumu!”
“Tolonglah aku nona, aku mohon.”
“Lalu bagaimana aku bisa menolongmu? Kamu saja tidak tahu di mana rumahmu?”
“Boleh kah aku menumpang di tempatmu semalam saja nona sampai aku benar-benar sadar?” Pria ini setengah menangis. Aku tidak tega padanya tapi siapa dia, jangan-jangan dia Cuma orang jahat yang ingin merampok ku.
“Tidak! Tidak bisa! Kau tidak bisa menginap di tempatku. Siapa kau? Aku saja tidak mengenalmu.” Aku bergegas pergi dari situ tetapi lelaki itu terus memanggilku dan berteriak-teriak.


Tunggu kelanjutannya ya.. hehehe..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar